Contoh Cerpen dan Unsur Intrinsiknya - Cerita Pendek atau yang 
sering disingkat dengan cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif,
 berisi cerita yang lebih padat dan langsung pada tujuan. Cerita pendek 
sendiri berasal dari anekdot, yaitu sebuah situasi yang digambarkan 
secara singkat dan cepat tiba pada tujuannya.
Pada sebuah cerpen akan selalu ditemui unsur instrik, yaitu unsur-unsur 
yang membangun sebuah cerpen yang berasal dari cerita itu sendiri. 
Adapun unsur instrik pada sebuah cerita pendek biasanya terdiri dari 
tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan nilai atau amanat.
Contoh Cerpen dan Unsur Intrinsiknya
Pada tulisan ini akan dipublikasikan kepada teman-teman tentang unsur 
instrik dari sebuah cerpen. Sebelum mempublikasikan contoh cerpennya, 
maka terlebih dahulu akan dipublikasikan kepada teman-teman mengenai 
unsus instrik dari cerpen yang akan dipublikasikan tersebut.
Contoh Unsur Intrinsik Cerpen
1. Tema : Percintaan dan takdir
2. Amanat : 
- Dalam menghadapi hal apapun harus bersikap dewasa dan berpikir panjang.
- Sabarlah dalam menjalani kehidupan ini.
- Percaya dengan takdir Allah SWT
- Jangan menggunakan kekerasan dalam bertindak
- Patuhilah dan hormati orang tua kita
- Jangan menyesali sesuatu yang sudah terjadi
- Jangan melamun dan tak fokus sewaktu pelajaran
3. Alur : Campuran
4. Setting : 
- Kamar tari pukul 17.15
- Kelas sehabis jam istirahat sekolah
- Jam 7 malam di ruang menonton TV
- Kamar setelah sholat isyak
- Rumah di jalan Araya
- Jam 15.00 di rumah Tari
5. Penokohan/perwatakan : 
- Tari : sabar, tabah, tertutup, kuat, taat beribadah, pelamun.
- Audra : tidak dewasa, perhatian, pemalu
- Yanti : medok, baik, perhatian, suka, melucu, setia kawan
- Bapak : keras kepala, pemaksa, egois, suka memukul, mudah emosi
- Bunda : sabar, penyayang, perhatian, lemah lembut, rela berkorban
- Bejo : Usil, medok, nakal
- Bu Tartik : Pemarah, tegas, killer
- Papa : Egois
6. Sudut pandang : Orang ketiga serba tahu
Contoh Cerpen
Setelah mempublikasikan contoh unsur intrinsik cerpen diatas, maka 
dibawah ini akan dipublikasikan contoh cerpennya kepada teman-teman 
semuanya. Adapun contoh cerpen ini sendiri berjudul "Takdir".
Gerimis tak berhenti juga, ditambah dengan Tari yang sejak pulang dari 
sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah
 dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib 
semakin dekat. 
Tari kembali melirik buku bututnya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas 
kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. 
Karena capek, ia selonjoran di kasur bunga mawarnya itu. Tapi ia malah 
teringat oleh mantannya. Ditariknya foto tu dari dompetnya. Huh, 
seandainya! Adu, dia melulu. Malas ah! 
Ia sekejap langsung menyembunyikan benda kenangannya dengan Audra itu di
 dompetnya. Bodohnya aku! Cewek berambut panjang hitam itu mengeluh, 
namun penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya nggak pergi-pergi juga.
 Iih, Tari menggumam. Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya,ya? Ga dewasa, 
kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?
Kenangan itu masih tertempel di otak Tari, saat sosok yang dikenangnya 
itu memberikan surat kepadanya. Surat yang isinya mengajak Tari putus 
dengannya. Memang sosok Audra yang seperti anak kecil, pemalu, pintar, 
berkulit cokelat, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi itu bukan 
termasuk tipe Tari. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada
 saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Audra, ia sering berkhayal, 
berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang 
sudah terjadi tidak bisa kembali lagi. 
Daripada ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas 
kenangannya dengan Audra. Plak!! Batin Tari tergoncang, tamparan 
bapaknya ke bundanya itu sampai menggerakkan gendang telinganya. Bapak, 
Bapak! Cukup! Tari berlari menangis. Tak heran kalau Tari terkadang 
berdiam diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan 
misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk perempuan sabar dan kuat karena 
ia dapat bertahan dengan kondisin keluarga seperti itu. 
Tet tet tet! Bunyi bel sekolah Tari berdenting, yang menandakan jam 
istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk terenung di bangkunya
 sampai Yanti sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.
“Tar!”
“Ei, kowe kok ngelamun aja toh?”
“Iya nih, lagi pusing aku.”
“Ooo, makanya kowe kok nggak sholat dhuha, biasanya kowekan rajin gitu.”
“He, itu itu Audra!” Yanti menyoel-nyoel Tari. Paan sih! Kalau kamu suka
 dia jangan kayak gini dong! Alah yang suka aku apa kowe, Ihiir!! Yanti 
menyindir sobatnya itu. 
Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang 
sejak kemarin ia terus menangis dan bersedih karena bapaknya itu 
menampar bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak 
merokok dan pulang malam. Yan, aku tuh udah putus dengannya! Tari 
menyela sobatnya denan menahan ketawa sebab melihat wajah Yanti yang 
berekspresi kayak “Aming” komedian itu.
Tentu saja Tari nggak akan mengatakan ke Yanti kalau ia sedang sedih dan
 menangisi takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin 
sobatnya itu bersedih lantaran kehidupannya yang menyedihkan. 
Dan siang itu meskipun Tari mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi 
pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya Audra masih menjadi 
kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya. Huh 
malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan 
kaget. Ini berawal dari Bejo yang menepuk bahu Tari. 
“Tar, hihihihi, ngelamun aja, kesambet lo entar!” Bejo pura-pura tak 
ngerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh 
Bu Tartik, guru paling killer di sekolah.
“Tari! Maju ke depan.”
“Oh, My God!”
“Bilang apa kamu tadi ?”
“Ndak Bu, ndak!” 
Semua teman Tari tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu 
Tartik mendengar ketawa mereka, namun tidak dengan Yanti dan Audra. 
Mereka terlihat sedang berpikir sesuatu. 
“Ono opo ya ma Tari ?”
“Iya ya, ada apa dengan Tari, apa gara-gara aku ?” 
Teman sebangku Yanti dan yang tak lain adalah Audra mencetuskan 
kata-kata seperti itu. Dan membuat Yanti terkejut dan berpikir apa 
sebenarnya mereka berdua masih saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Tartik memarahi Tari abis-abisan. 
“Tariiiii, kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. 
Kamu jangan menganggu pelajaran Ibu!” muka Tari yang memerah membuat 
dirinya tampak habis makan 100 cabe merah keriting yang biasa dilihatnya
 di dapur ketika ia memasak dengan bundanya.
Tet tet tet tet tet tet………… 
Untung penderitaan Tari berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan 
telinga itu menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Tari, 
teman-temannya juga terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak 
mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu melihat Bu Tartik, akhirnya mereka 
mengikutinya. 
“Duduk kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya Bu.” Tari dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Tartik 
keluar dari kelas, Yanti dengan tas merah stroberinya itu langsung 
menyambar Tari. Tar kowe kenapa?
“Iya, kamu kenapa ?” 
Oh My God, Audra! Tari yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Audra menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku nggak apa-apa kok Dra! Aku cuma cuma……..”
“Cuma ngelamunin kamu Dra.” Bejo menyela perkataan Tari namun Yanti membela sobatnya.
“Bejo! kowe ojo ngono.”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Dra ?” Tari mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya uda, aku pulang dulu ya.” Audra melirik Tari dengan senyumnya yang 
bisa membuat Tari mabuk kepayang. Bejo pun mengikutinya dari belakang.
“Tar, kowe bener-bener pusing ta ?”
“Ehmm, nggak sih, aku tadi lagi mikirin Audra tapi gara-gara Bejo tukang usil itu, aku jadi dicereweti Bu Tartik deh.”
“Ooo, emang kowe tuh!”
“Eeemang!!!” Tari menggoda sobatnya itu dan merangkulnya agar Yanti 
segera pulang dengannya. Lalu mereka harus masih menunggu kendaraan 
warna biru berlabelkan “AMG”(Arjosari-Gadang) itu. 
Jam 7 malam …………
Bapak sedang menonton TV dan bapak memanggil Tari. Tak biasanya bapak 
mau bicara dengan Tari. Tari, sini!Bapak mau ngomong. Besok akan ada 
keluarga teman Bapak yang mau melamarmu, jadi besok kamu harus langsung 
pulang setelah jam sekolah selesai.
“Tapi Pak, saya masih sekolah, masak mau dilamar.” 
“Kamu bisa tunangan dulu dan setelah lulus dari kuliah, kamu baru menikah dengannya!”
Bapak tidak mau mendengar alasan apapun dari Tari. Jika Bapak sudah 
bicara A, maka Tari harus mengikutinya. Tari tak tahu harus bagaimana, 
tak harus berbuat apa. Tari bingung! Tari harus bagaimana ya Allah ? 
Bunda mengetuk pintu kamar Tari dan setelah bunda masuk, mereka terlibat
 dalam pembicaraan. 
“Sabar ya anakku, Bunda selalu disini menemanimu.” Mereka menangis 
berdua. Keesokan harinya Tari tak masuk sekolah karena untuk masuk, ia 
terlalu capek. Capek menangis semalaman. Ini merupakan takdir atau hanya
 kebetulan saja, Audra juga tak masuk. Entah apa alasannya. Di sebuah 
rumah di jalan araya itu, ada perbincangan antar keluarga.
“Papa, Audra tak mau dijodohkan!”
“Nak, dia baik buat kamu! Terserah alasan kamu apa, yang penting sekarang kamu siap-siap untuk sore nanti!”
“Pa!!!” 
Jam di kamar Tari sudah menunjukkan pukul 15.00 dan sebentar lagi ia 
akan dilamar. Bun! Aku nggak mau pake kebaya ini, ia melempar kebaya 
berwarna putih jika dipakenya akan pas di badannya yang ramping itu. 
Bunda, aku mau dengan perjodohan ini hanya karena agar Bunda tak 
disakiti Bapak! Tari memperjelas alasannya kepada Bundanya. Mendadak 
sebuah sedan hijau masuk pelan ke halaman rumah Tari dan berhenti tepat 
di depan teras. Bapak menyambut keluarga itu. Namun ada yang aneh, anak 
laki-laki dari keluarga itu terlihat murung dan malas sama seperti Tari.
 Selamat datang! Silahkan masuk. Bapak mempersilahkan mereka masuk. 
Dibantu dengan bunda, ia segera memakai sepatu highheels warna putih 
mengkilat itu dengan buru-buru. Meskipun terpaksa, Tari akhirnya keluar 
dan menemui keluarga pelamarnya.
Ketika Tari bertatap muka dengan anak laki-laki berjas hitam dengan 
kerah terbuka yang terlihat tampan saat itu, ia serasa mau pingsan di 
tempat. Apa kamu?kamu?? Tari terheran dengannya.
“Ya benar, aku Audra!” Dia memang Audra, mantanku. Oh, takdir macam 
apakah ini? Secara reflek, Tari langsung memeluk Audra dan …………… 
“Tar,Aku sayang kamu!”
“Aku juga Dra, aku sayang kamu!”